marlboro.biz.id - Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan (SP2HP) adalah dokumen resmi yang dikeluarkan oleh penyidik kepolisian kepada pelapor untuk memberikan informasi mengenai perkembangan penanganan laporan atau pengaduan yang telah diterima dan atau sedang diproses oleh pihak kepolisian.
SP2HP berfungsi sebagai bentuk transparansi dan akuntabilitas kepolisian dalam menangani laporan masyarakat. Surat ini bertujuan agar pelapor mengetahui status atau hasil sementara dari penyelidikan atau penyidikan yang dilakukan oleh polisi.
SP2HP yang dikirimkan kepada pelapor, ditandatangani oleh Ketua Tim Penyidik dan diketahui oleh Pengawas Penyidik, tembusannya wajib disampaikan kepada atasan langsung.
A1: Perkembangan hasil penelitian Laporan;
A2: Perkembangan hasil penyelidikan blm dapat ditindaklanjuti ke penyidikan;
A3: Perkembangan hasil penyelidikan akan dilakukan penyidikan;
A4: Perkembangan hasil penyidikan;
A5: SP3 (Surat Perintah Pemberhentian Penyelidikan)
Berdasarkan situs resmi Kepolisian Republik Indonesia, Waktu pemberian SP2HP pada tingkat penyidikan untuk kasus :
1. Kasus ringan, SP2HP diberikan pada hari ke-10, hari ke-20 dan hari ke-30
2. Kasus sedang, SP2HP diberikan pada hari ke-15, hari ke-30, hari ke-45 dan hari ke-60.
3. Kasus sulit, SP2HP diberikan pada hari ke-15, hari ke-30, hari ke-45, hari ke-60, hari ke-75 dan hari ke 90.
3. Kasus sangat sulit, SP2HP diberikan pada hari ke-20, hari ke-40, hari ke-60, hari ke-80, hari ke-100 dan hari ke-120.
Namun secara prakteknya pemberian SP2HP juga tergantung dari permintaan pelapor ataupun tergantung situasi dan kondisi dari apa yang akan penting diberitahukan penyidik pada pelapor.
Dengan SP2HP inilah pelapor dapat memantau kinerja kepolisian dalam menangani kasus. Dan sewaktu-waktu, pelapor dapat menghubungi Penyidik untuk menanyakan perkembangan kasusnya.
Jika Penyidik menolak untuk memberikan SP2HP, maka pelapor dapat melaporkannya ke atasan Penyidik. Dan jika atasan Penyidik juga tidak mengindahkan, maka dapat melaporkannya ke Divisi Propam Kepolisian Daerah terkait.
Dasar Hukum SP2HP
1. Penyampaian SP2HP kepada pelapor/pengadu berdasarkan ketentuan Pasal 39 ayat (1) Perkap No. 12 Tahun 2009 (yang saat ini sudah dicabut dan diganti dengan berlakunya Perkap No. 14 Tahun 2012) disebutkan setiap bulan paling sedikit 1 (satu), penyidik secara berkala wajib memberikan SP2HP kepada pihak pelapor baik diminta maupun tidak diminta, namun dalam Perkap No. 14 Tahun 2012 tidak lagi diatur mengenai waktu perolehannya.
Maka untuk mengetahui perkembangan proses penyidikan yang sedang berlangsung, pihak pelapor dapat mengajukan permohonan untuk dapat diberikan SP2HP kepada pihak kepolisian terkait, sebagaimana telah diatur dalam ketentuan Pasal 11 ayat (1) huruf a Perkap No. 21 Tahun 2011 juncto Pasal 12 huruf c Perkap No. 16 tahun 2010.
2. Pasal 39 Ayat (1) Perkap No. 6 Tahun 2019 tentang Penyidikan Tindak Pidana
Mengatur kewajiban penyidik untuk memberikan informasi perkembangan kasus secara berkala kepada pelapor.
3. Pasal 109 Ayat (1) KUHAP
Menyatakan bahwa penyidik harus memberitahukan perkembangan hasil penyelidikan kepada pihak yang melaporkan.
4. UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik
Memberikan dasar hukum bagi masyarakat untuk mendapatkan informasi terkait perkara yang mereka laporkan.
SP2HP memuat informasi :
1. Identitas Perkara:
Nomor laporan polisi (LP).
Tanggal dan tempat kejadian.
Identitas pelapor.
2. Perkembangan Penyelidikan atau Penyidikan:
Berisi langkah-langkah yang telah dilakukan oleh penyidik, seperti pemeriksaan saksi, pengumpulan bukti, atau olah TKP.
3. Rencana Tindak Lanjut:
Berisi rencana tindakan atau penyelidikan berikutnya.
4. Kontak Penyidik:
Nama dan nomor kontak penyidik yang menangani kasus tersebut.
5. Keterangan Tambahan:
Penjelasan tambahan, jika ada, terkait hambatan atau kendala dalam penyelidikan.
Tujuan SP2HP :
1. Memberikan Transparansi:
Agar pelapor mengetahui progres penanganan laporan.
2. Memberikan Kepastian Hukum:
Pelapor dapat memahami tahapan yang sedang dilakukan dan estimasi waktu penyelesaian kasus.
3. Melindungi Hak Pelapor:
Pelapor memiliki hak untuk mengetahui perkembangan laporan yang disampaikan.
4. Membangun Kepercayaan Publik:
Meningkatkan akuntabilitas dan profesionalisme kepolisian.

