Boleh Menyuarakan Keluhan Kinerja Kepolisian Menggunakan Media Sosial ?

marlboro.biz.id - Tidak ada larangan secara tegas dalam hukum Indonesia yang melarang seseorang menggunakan media (baik media massa maupun media sosial) untuk menyuarakan keluhan terkait penanganan laporan ataupun kinerja kepolisian. Menggunakan media sosial untuk menyuarakan keluhan terkait kinerja kepolisian tidak dilarang selama dilakukan secara fakta, bijak, dan sesuai hukum. 


Menggunakan media untuk meningkatkan perhatian terhadap kinerja atau laporan yang tidak ditanggapi oleh kepolisian merupakan hak warga negara sebagai bagian dari kebebasan berekspresi dan menyampaikan pendapat. Namun, terdapat aturan dan etika yang harus diperhatikan untuk memastikan tidak melanggar hukum dan harus mematuhi peraturan yang berlaku, seperti hukum tentang informasi, komunikasi, dan penghinaan. Hindari penghinaan, hoaks, atau provokasi, dan pastikan sudah menempuh jalur resmi lainnya terlebih dahulu untuk menyelesaikan masalah.



Jadi boleh menggunakan media sosial untuk mengeluh asalkan:

1. Fakta Akurat:

Informasi yang disampaikan harus sesuai dengan fakta, seperti nomor laporan polisi, tanggal laporan, dan tindakan yang sudah dilakukan.

Hindari menyampaikan informasi yang belum diverifikasi atau bersifat spekulatif.


2. Tidak Mengandung Unsur Penghinaan:

Kritik boleh disampaikan, tetapi tidak dalam bentuk penghinaan, fitnah, atau menyerang nama baik individu (misalnya, penyidik atau institusi).


3. Tidak Memprovokasi:

Hindari ujaran yang dapat memancing kebencian, perpecahan, atau keresahan masyarakat.


4. Tidak Membocorkan Informasi Rahasia:

Informasi rahasia terkait kasus, saksi, atau pihak lain yang terlibat dalam laporan tidak boleh dipublikasikan tanpa izin.


Dasar Hukum yang Perlu Diketahui dan Dipahami

1. Hak Berpendapat dan Kebebasan Berkomunikasi

*Dijamin oleh Pasal 28E Ayat (3) UUD 1945 yang menyatakan bahwa setiap orang berhak atas kebebasan berpendapat, termasuk menyampaikan kritik terhadap pelayanan publik.

*Juga diatur dalam UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, yang memberikan hak kepada masyarakat untuk memperoleh informasi.


2. Batasan dalam Penggunaan Media Sosial

*UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE):

Pasal 27 Ayat (3): Melarang penyebaran informasi elektronik yang memuat penghinaan atau pencemaran nama baik.

Pasal 28 Ayat (2): Melarang penyebaran informasi yang dapat menimbulkan kebencian atau permusuhan berdasarkan SARA.

Jika dalam menyuarakan masalah melalui media terdapat unsur penghinaan, pencemaran nama baik, atau provokasi, maka dapat berpotensi dikenai sanksi hukum.


*KUHP Pasal 310-311: Mengatur penghinaan atau pencemaran nama baik secara lisan maupun tulisan. 

Penyampaian melalui media harus berbasis fakta, tidak boleh menyerang kehormatan atau nama baik seseorang secara tidak berdasar.


*Pasal 14 dan 15 UU No. 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana: Melarang penyebaran berita bohong / penyebaran hoaks yang dapat menimbulkan keresahan di masyarakat. (telah dihapus MK)


3. UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP)

Memberikan hak kepada masyarakat untuk memperoleh informasi secara transparan, tetapi informasi yang disampaikan ke media harus sesuai dengan fakta dan tidak mengandung hoaks.


4. Etika Media Sosial

Pemerintah mendorong penggunaan media sosial secara bijak melalui berbagai kebijakan dan regulasi yang mendukung keamanan dan kenyamanan digital.


Risiko Jika Tidak Mematuhi Aturan

Jika melanggar batasan yang diatur dalam UU ITE atau KUHP, seseorang bisa dikenai sanksi hukum, seperti:

1. Pencemaran Nama Baik (Pasal 27 Ayat (3) UU ITE):

Ancaman pidana maksimal 4 tahun penjara atau denda hingga Rp750 juta.

2. Penyebaran Hoaks (Pasal 14 dan 15 UU No. 1 Tahun 1946) tentang peraturan hukum pidana : Ancaman pidana hingga 10 tahun penjara. (telah dihapus MK)

3. Penghinaan (Pasal 310 KUHP):

Ancaman pidana hingga 9 bulan penjara.


Tags