marlboro.biz.id - Prinsip "Setiap orang yang dituduh melakukan tindak pidana dianggap tidak bersalah" adalah bagian dari asas praduga tak bersalah yang menjamin bahwa terdakwa hanya dapat dianggap bersalah setelah ada pembuktian yang sah dan meyakinkan di pengadilan. Prinsip ini melindungi hak asasi manusia dan mencegah kriminalisasi tanpa dasar yang kuat.
Pernyataan "Setiap orang yang dituduh melakukan tindak pidana dianggap tidak bersalah" merujuk pada asas praduga tak bersalah (presumption of innocence), yang merupakan prinsip dasar dalam sistem hukum pidana. Prinsip ini menyatakan bahwa seseorang yang dituduh melakukan tindak pidana dianggap tidak bersalah sampai ada pembuktian yang sah di pengadilan. Asas ini melindungi hak-hak individu dan memastikan bahwa setiap orang mendapat proses hukum yang adil.
Penjelasan Asas Praduga Tak Bersalah:
1. Prinsip Dasar:
Asas praduga tak bersalah menyatakan bahwa terdakwa tidak boleh dianggap bersalah hanya karena dituduh melakukan tindak pidana.
Prinsip ini memastikan bahwa terdakwa tetap dianggap tidak bersalah selama proses peradilan berlangsung, dan hanya akan dinyatakan bersalah setelah ada pembuktian yang sah berdasarkan fakta dan bukti yang ditemukan di pengadilan.
Tanggung jawab untuk membuktikan kesalahan terdakwa terletak pada penuntut umum, bukan pada terdakwa untuk membuktikan dirinya tidak bersalah.
2. Pembuktian yang Sah:
Penuntut umum harus menghadirkan bukti yang cukup dan relevan untuk membuktikan bahwa terdakwa telah melakukan tindak pidana.
Jika penuntut umum gagal membuktikan dakwaannya atau jika ada keraguan yang sah terhadap dakwaan tersebut, maka terdakwa harus dibebaskan.
3. Pentingnya Asas Ini dalam Perlindungan Hak Asasi Manusia:
Asas praduga tak bersalah melindungi hak asasi manusia dengan mencegah seseorang diperlakukan sebagai pelaku kejahatan tanpa pembuktian yang sah.
Hal ini mencegah kemungkinan penyalahgunaan kekuasaan, diskriminasi, atau pemidanaan tanpa dasar yang kuat.
Dasar Hukum dan Aturan yang Mendukung Prinsip Praduga Tak Bersalah:
1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945):
Pasal 28D Ayat (1):
Pasal ini mengatur bahwa setiap orang berhak untuk diakui sebagai pribadi yang memiliki hak untuk mendapatkan perlakuan yang sama di hadapan hukum dan di hadapan pengadilan.
Pasal 28I Ayat (2):
Pasal ini menjamin perlindungan terhadap hak asasi manusia, termasuk perlindungan dari pemidanaan tanpa dasar hukum yang sah.
2. Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP):
Pasal 66 KUHAP:
Pasal ini menegaskan bahwa dalam perkara pidana, terdakwa dianggap tidak bersalah sampai ada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap yang menyatakan kesalahannya.
Pasal 184 KUHAP:
Pasal ini menyebutkan jenis alat bukti yang sah yang harus diajukan oleh penuntut umum untuk membuktikan dakwaannya. Bukti yang tidak cukup atau tidak sah akan menyebabkan terdakwa tidak dapat dihukum.
Pasal 183 KUHAP:
Pasal ini mengatur bahwa hakim tidak dapat menjatuhkan putusan pidana kecuali jika ada dua alat bukti yang sah dan cukup untuk membuktikan bahwa terdakwa melakukan tindak pidana.
3. Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik (ICCPR):
Pasal 14 Ayat (2):
Kovenan ini menyatakan bahwa setiap orang yang dituduh melakukan tindak pidana dianggap tidak bersalah sampai pembuktian kesalahannya dilakukan dalam suatu persidangan yang adil.
Implikasi dari Prinsip Praduga Tak Bersalah:
1. Perlakuan terhadap Terdakwa:
Selama proses hukum berlangsung, terdakwa tidak dapat diperlakukan sebagai orang yang bersalah. Dia memiliki hak untuk mendapatkan pembelaan diri dan tidak boleh dipidana hanya berdasarkan dakwaan.
Terdakwa harus diberikan hak-hak dasar seperti hak untuk mendapat pengacara, hak untuk berbicara di persidangan, dan hak untuk membela diri.
2. Proses Peradilan yang Adil:
Hakim, jaksa, dan pengacara harus memastikan bahwa seluruh proses peradilan dilakukan dengan adil dan terdakwa diberikan kesempatan yang sama untuk membela diri.
Pembuktian harus dilakukan sesuai dengan aturan yang ada, dan semua bukti harus diperlakukan secara objektif.
3. Kesimpulan dalam Proses Peradilan:
Jika terdapat keraguan tentang apakah terdakwa melakukan tindak pidana atau tidak, maka keraguan tersebut harus berpihak pada terdakwa, sesuai dengan prinsip in dubio pro reo (dalam keraguan, harus berpihak pada terdakwa).
Putusan pengadilan hanya dapat dijatuhkan jika dakwaan terbukti dengan alat bukti yang sah dan meyakinkan.
Contoh Kasus:
Misalnya, seorang individu dituduh mencuri, namun tidak ada saksi yang melihat langsung, dan barang bukti yang ditemukan tidak dapat dikaitkan langsung dengan terdakwa. Berdasarkan prinsip praduga tak bersalah, meskipun ada tuduhan, terdakwa tidak dapat dianggap bersalah kecuali ada bukti yang cukup yang membuktikan bahwa dia memang melakukan tindak pidana tersebut.

