Kejaksaan RI Boleh Menolak Melakukan Penuntutan ?



Kejaksaan memiliki kewajiban yang berbeda dalam menangani perkara pidana, perdata, dan Tata Usaha Negara (TUN). Namun, dalam perkara pidana, kewenangan dan tugas kejaksaan tidak sama dengan perkara perdata dan TUN. 

Berikut penjelasan apakah Kejaksaan dapat menolak untuk bertindak sebagai kuasa negara dalam ketiga jenis perkara tersebut:


1. Perkara Pidana


Tugas Kejaksaan dalam Perkara Pidana: Dalam perkara pidana, Kejaksaan memiliki tugas utama untuk melakukan penuntutan sebagai representasi dari negara dalam menegakkan hukum. Kejaksaan adalah satu-satunya institusi yang berwenang melakukan penuntutan (sebagai penuntut umum) berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan RI.


Kemungkinan Menolak: Dalam perkara pidana, Kejaksaan tidak dapat menolak untuk bertindak sebagai penuntut umum karena ini adalah tugas pokok yang diamanatkan undang-undang. Tugas penuntutan tidak bisa ditolak oleh Kejaksaan jika ada cukup bukti untuk melanjutkan proses pidana. 


Kecuali dalam hal:

Kasus tersebut telah memenuhi syarat untuk dihentikan melalui mekanisme penghentian penuntutan (misalnya, karena kurangnya bukti atau demi kepentingan umum).

Kebijakan tertentu dari Jaksa Agung, seperti dalam kasus restoratif atau pertimbangan kepentingan tertentu, memungkinkan kasus tidak dilanjutkan.


2. Perkara Perdata dan Tata Usaha Negara (TUN)


Tugas Kejaksaan dalam Perdata dan TUN: Dalam perkara perdata dan TUN, Kejaksaan dapat bertindak sebagai Jaksa Pengacara Negara (JPN) yang mewakili negara atau pemerintah. Peran ini bersifat opsional, artinya Kejaksaan hanya akan bertindak sebagai kuasa negara jika diminta oleh instansi pemerintah atau jika kepentingan umum atau negara yang dilindungi.


Kemungkinan Menolak: Kejaksaan dapat menolak permintaan untuk bertindak sebagai kuasa negara dalam perkara perdata dan TUN, terutama jika:

-  Tidak ada kepentingan negara atau kepentingan umum yang signifikan.

- Terjadi benturan kepentingan yang menghambat Kejaksaan untuk bertindak secara obyektif.

- Permintaan tidak memiliki dasar hukum yang memadai atau bukan bagian dari kewenangan yang sesuai dengan peraturan.

- Instruksi atau kebijakan dari Jaksa Agung memutuskan agar perkara tertentu tidak diambil karena alasan tertentu yang sah.


Dasar Hukum

Beberapa aturan yang mendasari kewenangan dan kewajiban Kejaksaan dalam menangani perkara pidana, perdata, dan TUN antara lain:


Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan RI beserta perubahan dalam UU Nomor 11 Tahun 2021.

Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), yang menegaskan bahwa penuntutan dalam pidana adalah kewajiban Kejaksaan.

Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2021 terkait penanganan benturan kepentingan di lingkungan Kejaksaan RI.

Tags