Mahkamah Konstitusi (MK) memiliki kewenangan menangani jenis perkara tertentu sebagaimana diatur dalam Pasal 24C UUD 1945, serta dijabarkan dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (sebagaimana diubah dengan UU No. 7 Tahun 2020).
Berikut adalah jenis perkara yang ditangani MK beserta aturan hukumnya:
1. Pengujian Undang-Undang terhadap UUD 1945
*Keterangan:
MK berwenang menguji materi atau formil undang-undang yang diduga bertentangan dengan UUD 1945. Pemohon dapat berupa perseorangan, kelompok masyarakat, badan hukum, atau lembaga negara yang merasa dirugikan hak konstitusionalnya.
*Contoh Kasus:
Gugatan terhadap pasal dalam undang-undang yang dianggap membatasi kebebasan berpendapat.
*Aturan Hukum:
Pasal 24C Ayat (1) UUD 1945.
Pasal 10 Ayat (1) Huruf a UU No. 24 Tahun 2003.
PMK No. 6 Tahun 2020 tentang Tata Beracara Pengujian Undang-Undang.
2. Sengketa Kewenangan Antar Lembaga Negara
*Keterangan:
MK memutus sengketa kewenangan antara lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945. Sengketa ini terjadi ketika ada perbedaan pendapat atau klaim tumpang tindih mengenai kewenangan.
*Contoh Kasus:
Sengketa antara DPR dan Presiden terkait hak mengajukan rancangan undang-undang tertentu.
*Aturan Hukum:
Pasal 24C Ayat (1) UUD 1945.
Pasal 10 Ayat (1) Huruf b UU No. 24 Tahun 2003.
PMK No. 8 Tahun 2020 tentang Tata Beracara Sengketa Kewenangan Antar Lembaga Negara.
3. Pembubaran Partai Politik
*Keterangan:
MK berwenang memutus perkara usulan pemerintah untuk membubarkan partai politik. Hal ini dilakukan jika partai politik dianggap bertentangan dengan dasar negara, seperti melakukan tindakan melawan Pancasila atau UUD 1945.
*Contoh Kasus:
Pemerintah mengajukan permohonan pembubaran partai politik karena terlibat dalam upaya mengganti ideologi negara.
*Aturan Hukum:
Pasal 24C Ayat (1) UUD 1945.
Pasal 10 Ayat (1) Huruf c UU No. 24 Tahun 2003.
PMK No. 12 Tahun 2020 tentang Tata Beracara Pembubaran Partai Politik.
4. Perselisihan Hasil Pemilihan Umum
*Keterangan:
MK memutus perselisihan mengenai hasil pemilu, termasuk Pemilu Presiden, Pemilu Legislatif, dan Pemilu Kepala Daerah (untuk pilkada tertentu sebelum kewenangan dialihkan ke MA).
*Contoh Kasus:
Salah satu pasangan calon presiden mengajukan gugatan terhadap hasil pemilu yang diumumkan oleh KPU.
*Aturan Hukum:
Pasal 24C Ayat (1) UUD 1945.
Pasal 10 Ayat (1) Huruf d UU No. 24 Tahun 2003.
UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
PMK No. 4 Tahun 2023 tentang Tata Beracara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum.
5. Pemakzulan Presiden/Wakil Presiden
*Keterangan:
MK memutus pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran hukum yang dilakukan Presiden/Wakil Presiden, termasuk pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela.
*Contoh Kasus:
DPR mengajukan pemakzulan Presiden kepada MK karena dugaan pelanggaran hukum serius.
*Aturan Hukum:
Pasal 24C Ayat (2) UUD 1945.
Pasal 10 Ayat (2) UU No. 24 Tahun 2003.
PMK No. 21 Tahun 2009 tentang Tata Beracara dalam Perkara Pemakzulan Presiden/Wakil Presiden.
6. Kewenangan Tambahan Berdasarkan UUD 1945
*Keterangan:
MK juga menangani perkara lain yang diberikan kewenangan oleh UUD 1945, seperti menyelesaikan sengketa hasil pemilihan kepala daerah pada periode sebelumnya (kini dialihkan ke MA).
*Aturan Hukum:
Pasal 157 Ayat (3) UU No. 10 Tahun 2016 tentang Pilkada (sebelum kewenangan dialihkan ke MA).
Prinsip Dasar Penanganan Perkara
*Bersifat Final dan Mengikat: Putusan MK langsung berlaku setelah dibacakan, tidak dapat diajukan banding atau kasasi.
*Imparsialitas: MK berfungsi secara independen dan tidak memihak.
*Berdasarkan Konstitusi: Semua perkara yang ditangani MK harus berdasarkan UUD 1945 dan peraturan turunannya.
Dengan kewenangan ini, MK memastikan penegakan hukum konstitusi di Indonesia berjalan dengan adil, transparan, dan sesuai dengan nilai-nilai dasar yang terkandung dalam UUD 1945.

