Marlboro.biz.id - Proses penegakan hukum pidana di kepolisian diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) serta Undang-Undang dan peraturan lainnya yang terkait. Tahapan ini mengacu pada Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan peraturan terkait.
Berikut adalah tahapan-tahapannya:
1. Penerimaan Laporan atau Pengaduan
Laporan: Disampaikan oleh korban, saksi, atau pihak lain yang mengetahui adanya tindak pidana.
Pengaduan: Kasus tertentu yang hanya bisa diproses jika ada pengaduan korban (misalnya, pencemaran nama baik).
Laporan atau pengaduan dibuat dalam bentuk Laporan Polisi (LP).
2. Penyelidikan
Dilakukan oleh penyidik (polisi) untuk mencari tahu apakah benar terjadi tindak pidana.
Polisi mengumpulkan informasi awal dan meminta keterangan saksi.
Jika ditemukan unsur tindak pidana, penyelidikan ditingkatkan ke penyidikan.
Jika tidak ada unsur pidana, kasus bisa dihentikan dengan Surat Perintah Penghentian Penyelidikan (SPP-Lidik).
Aturan: Diatur dalam Pasal 1 angka 5 dan Pasal 4 KUHAP, yang menjelaskan tugas penyelidik (umumnya polisi) untuk mengumpulkan informasi awal tanpa menetapkan tersangka
3. Penyidikan
Aturan: Diatur dalam Pasal 1 angka 2 KUHAP, Pasal 7, dan Pasal 109, yang mengatur tugas penyidik untuk menelusuri, menangkap, dan mengamankan tersangka.
Jika ditemukan unsur tindak pidana, maka masuk tahap penyidikan, yang meliputi:
a. Penetapan Tersangka
Polisi menetapkan tersangka berdasarkan minimal dua alat bukti (misalnya, keterangan saksi, rekaman CCTV, barang bukti).
Bisa dilakukan pemanggilan tersangka untuk diperiksa.
b. Penangkapan dan Penahanan (jika diperlukan)
Penangkapan: Dilakukan jika ada dugaan kuat tersangka melakukan tindak pidana, dengan surat perintah penangkapan.
Penahanan: Bisa dilakukan jika ada kekhawatiran tersangka akan melarikan diri, menghilangkan barang bukti, atau mengulangi tindak pidana.
Jenis penahanan:
Penahanan Rutan (Rumah Tahanan).
Penahanan Kota (Tersangka tidak boleh keluar kota).
Penahanan Rumah (Tersangka wajib tetap di rumah).
c. Pemeriksaan Tersangka dan Saksi
Penyidik memeriksa tersangka dan saksi untuk mengumpulkan keterangan.
Semua hasil pemeriksaan dicatat dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP).
d. Pengumpulan dan Pemeriksaan Barang Bukti
Penyidik mengumpulkan bukti fisik, dokumen, atau rekaman terkait kasus.
Jika diperlukan, dilakukan uji forensik atau laboratorium kriminal.
e. Rekonstruksi (jika diperlukan)
Untuk memastikan kebenaran kejadian, penyidik bisa melakukan rekonstruksi di tempat kejadian perkara (TKP).
f. Penyusunan Berkas Perkara
Jika penyidikan selesai, berkas perkara disusun dan dikirim ke Jaksa Penuntut Umum (JPU) untuk diteliti.
4. Pelimpahan Berkas ke Kejaksaan
Tahap 1 (P-19): Jaksa meneliti berkas, jika kurang lengkap dikembalikan ke polisi untuk diperbaiki.
Tahap 2 (P-21): Jika berkas dinyatakan lengkap, polisi menyerahkan tersangka dan barang bukti ke jaksa.
5. Penyerahan Tersangka dan Barang Bukti (Tahap II)
Polisi menyerahkan tersangka dan barang bukti ke kejaksaan. Setelah itu, proses berlanjut ke penuntutan dan persidangan di Pengadilan Negeri.
6. Penghentian Penyidikan (Jika Tidak Cukup Bukti)
Jika tidak ditemukan cukup bukti atau kasus tidak bisa dilanjutkan, penyidikan bisa dihentikan dengan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3).
Prinsip dan Asas dalam Penegakan Hukum Pidana :
1. Asas Praduga Tak Bersalah: Ditegaskan dalam Pasal 8 ayat (1) KUHAP, yang menyatakan tersangka atau terdakwa dianggap tidak bersalah hingga terbukti bersalah oleh putusan pengadilan.
2. Hak atas Bantuan Hukum: Diatur dalam Pasal 56 KUHAP, yang menyatakan tersangka atau terdakwa berhak didampingi penasihat hukum.
3. Asas Persamaan di Hadapan Hukum: Diatur dalam Pasal 27 UUD 1945, yang menegaskan bahwa semua warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum.
Hambatan dalam Penegakan Hukum :
1. Korupsi dan Kolusi: Praktik-praktik korupsi dapat menghambat keadilan.
2. Ketimpangan Penegakan Hukum: Sering kali terdapat ketidakadilan dalam perlakuan hukum berdasarkan status sosial atau ekonomi.
3. Sumber Daya Terbatas: Kurangnya sumber daya yang memadai untuk melaksanakan penegakan hukum secara optimal.
Proses penegakan hukum pidana di Indonesia memiliki dasar yang kuat melalui KUHAP dan undang-undang terkait lainnya. Proses ini dimaksudkan untuk mewujudkan keadilan dan memastikan bahwa hak asasi setiap individu dilindungi.

