marlboro.biz.id - Perbedaan antara KUHP Lama dan KUHP Baru mengacu pada perubahan substansi hukum pidana yang mencakup berbagai aspek, mulai dari jenis kejahatan, sanksi pidana, hingga perlindungan hak asasi manusia. KUHP lama adalah produk hukum yang diterapkan pada masa penjajahan Belanda (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Belanda), sementara KUHP baru adalah hasil reformasi hukum pidana Indonesia yang lebih modern dan sesuai dengan perkembangan masyarakat.
Berikut ini adalah perbedaan utama antara KUHP Lama dan KUHP Baru, beserta aturan yang mengaturnya:
1. Sumber Hukum
KUHP Lama: Dikenal dengan nama Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (Wetboek van Strafrecht voor Nederlandsch-Indië), yang disahkan pada tahun 1915. Hukum ini berasal dari hukum Belanda yang berlaku di Indonesia pada masa penjajahan.
Aturan: KUHP lama mengacu pada sistem hukum pidana Belanda yang berfokus pada sanksi fisik dan hukuman keras.
KUHP Baru: Dikenal dengan nama Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Indonesia, yang disahkan pada Undang-Undang No. 1 Tahun 2023. Pembaruan ini didorong untuk mengakomodasi kebutuhan hukum pidana Indonesia yang lebih relevan dengan perkembangan zaman dan prinsip hak asasi manusia.
Aturan: KUHP baru disusun dengan mempertimbangkan aspek penegakan keadilan restoratif, perlindungan hak asasi manusia, serta pendekatan rehabilitatif dan pencegahan kejahatan.
2. Pendekatan Hukum
KUHP Lama: Lebih mengutamakan hukuman fisik dan penalti, serta pendekatan yang lebih bersifat punitif (berfokus pada sanksi). Pembinaan terhadap pelaku kejahatan lebih sedikit diperhatikan.
Aturan: Mengatur sanksi yang lebih keras, seperti hukuman mati, hukuman penjara yang sangat lama, dan kerja paksa.
KUHP Baru: Lebih menekankan pada pendekatan yang rehabilitatif dan restoratif, mengutamakan perbaikan perilaku pelaku dan pembinaan. Penekanan lebih pada pendidikan dan pelatihan keterampilan bagi narapidana.
Aturan: Pembaharuan dalam hukum pidana menekankan pada konsep restorative justice, yaitu penyelesaian kejahatan melalui rekonsiliasi antara pelaku dan korban, serta memberikan kesempatan bagi pelaku untuk berubah.
3. Jenis Kejahatan
KUHP Lama: Mengatur jenis-jenis kejahatan yang lebih sesuai dengan kondisi pada saat itu, dengan cenderung mengabaikan fenomena kejahatan modern seperti kejahatan siber atau kejahatan terkait teknologi.
Aturan: KUHP lama lebih fokus pada kejahatan fisik dan tradisional seperti pembunuhan, pencurian, penipuan, dan kekerasan seksual.
KUHP Baru: Menyusun berbagai kejahatan baru yang lebih relevan dengan perkembangan zaman, seperti kejahatan ekonomi, kejahatan di dunia maya (cyber crime), kejahatan korporasi, dan kejahatan terhadap lingkungan.
Aturan: KUHP baru juga mengatur tentang kejahatan terorisme, kejahatan transnasional, serta kejahatan siber yang kini menjadi tantangan hukum yang nyata.
4. Sanksi Pidana
KUHP Lama: Mengutamakan sanksi fisik, seperti hukuman penjara yang panjang, kerja paksa, bahkan hukuman mati.
Aturan: Sanksi sangat ketat dan lebih punitif terhadap pelaku kejahatan.
KUHP Baru: Memperkenalkan sanksi yang lebih beragam dan mengedepankan rehabilitasi dan pendidikan. Selain hukuman penjara, terdapat kerja sosial, pendidikan, dan pemulihan yang lebih fokus pada reintegrasi sosial.
Aturan: Pengenalan konsep-konsep seperti pengurangan hukuman bagi pelaku yang berperilaku baik, dan restorative justice untuk memperbaiki hubungan antara pelaku dan korban.
5. Perlindungan Terhadap Hak Asasi Manusia
KUHP Lama: Pembelaan terhadap hak asasi manusia (HAM) belum menjadi fokus utama. Pemidanaan lebih mengutamakan kepentingan negara daripada melindungi hak-hak individu.
Aturan: Dalam KUHP lama, sering kali hak-hak terdakwa tidak sepenuhnya dilindungi, dan banyak aspek yang melanggar prinsip keadilan dalam konteks hak asasi manusia.
KUHP Baru: Menekankan pada perlindungan hak asasi manusia, baik bagi pelaku, korban, dan saksi. Terdapat perlindungan terhadap hak korban untuk mendapatkan ganti rugi dan peran mereka dalam proses hukum.
Aturan: Dalam KUHP baru, terdakwa diberikan hak untuk diperlakukan secara manusiawi, serta hak-hak korban lebih dihargai, termasuk hak untuk mendapat pembelaan hukum.
6. Tindak Pidana Korporasi
KUHP Lama: Tidak mengatur mengenai tindak pidana yang dilakukan oleh korporasi (perusahaan).
Aturan: Kejahatan yang melibatkan korporasi tidak ada aturannya, dan tidak ada sanksi bagi entitas hukum yang terlibat dalam tindak pidana.
KUHP Baru: Mengatur tentang tindak pidana korporasi, yang memungkinkan perusahaan atau badan hukum untuk dikenai sanksi pidana jika terlibat dalam kejahatan.
Aturan: KUHP baru mengatur bahwa korporasi dapat dikenakan pidana seperti denda atau pembatasan aktivitas, dan karyawan atau manajer perusahaan dapat dipertanggungjawabkan atas tindak pidana yang dilakukan oleh korporasi.
7. Prinsip Restoratif Justice
KUHP Lama: Tidak mengatur prinsip restorative justice, yang berarti lebih banyak berfokus pada pemberian hukuman terhadap pelaku.
Aturan: Proses pidana lebih berorientasi pada sanksi kepada pelaku kejahatan dan kurang memperhatikan proses rekonsiliasi dengan korban.
KUHP Baru: Memasukkan prinsip restorative justice, yang mengutamakan mediasi, perdamaian, dan rekonsiliasi antara pelaku dan korban, serta memprioritaskan pemulihan.
Aturan: KUHP baru memberi ruang bagi pelaku dan korban untuk menyelesaikan perkara di luar pengadilan dengan tujuan memperbaiki hubungan.
8. Peran Korban
KUHP Lama: Fokus lebih pada penalti terhadap pelaku dan kurang memperhatikan peran korban.
Aturan: Korban kurang diperhatikan dalam proses hukum pidana.
KUHP Baru: Memberikan peran yang lebih besar kepada korban, dengan memberikan hak untuk mendapat ganti rugi dan partisipasi dalam proses hukum.
Aturan: Dalam KUHP baru, korban memiliki hak untuk dilindungi dan terlibat dalam proses peradilan pidana, termasuk dalam penyelesaian melalui restorative justice.
KUHP lama berfokus pada sanksi pidana yang lebih keras dan tidak banyak mempertimbangkan hak-hak individu, sedangkan KUHP baru memberikan ruang lebih besar bagi rehabilitasi, restorative justice, dan perlindungan hak asasi manusia. KUHP baru juga lebih adaptif terhadap perubahan zaman dengan mengatur kejahatan baru, seperti kejahatan siber, kejahatan ekonomi, dan kejahatan korporasi, serta memperkenalkan penyelesaian yang lebih adil bagi korban dan pelaku.

