marlboro.biz.id - Kesaksian testimonium de auditu adalah kesaksian yang diberikan oleh seseorang berdasarkan informasi yang ia dengar dari orang lain, bukan dari pengalaman langsung yang ia lihat, dengar, atau alami sendiri. Kesaksian ini sering disebut juga sebagai hearsay evidence atau kesaksian tidak langsung.
Berikut adalah pengertian Kesaksian Testimonium de Auditu menurut para ahli:
1. Menurut Andi Hamzah
Kesaksian Testimonium de Auditu adalah keterangan saksi yang diberikan berdasarkan apa yang didengar dari orang lain, bukan dari apa yang disaksikan atau dialami langsung oleh saksi itu sendiri. Kesaksian ini sering disebut sebagai hearsay evidence.
Sumber: Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia.
2. Menurut M. Yahya Harahap
Kesaksian Testimonium de Auditu merupakan keterangan yang diberikan oleh saksi berdasarkan informasi yang diperoleh dari pihak ketiga, bukan dari pengalaman langsungnya. Dalam hukum acara pidana, jenis kesaksian ini memiliki nilai pembuktian yang lemah dan harus didukung oleh alat bukti lainnya.
Sumber: M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP.
3. Menurut R. Soesilo
Kesaksian Testimonium de Auditu adalah kesaksian yang diberikan oleh saksi yang mendengar peristiwa atau kejadian dari pihak lain. Keterangan ini dianggap tidak memiliki kekuatan pembuktian penuh karena berasal dari sumber sekunder.
Sumber: R. Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) serta Komentar-Komentarnya.
4. Menurut Sudikno Mertokusumo
Kesaksian Testimonium de Auditu adalah keterangan yang diberikan oleh seseorang yang tidak menyaksikan secara langsung peristiwa yang menjadi objek perkara, tetapi memperoleh informasi dari orang lain. Dalam sistem pembuktian, kesaksian ini memiliki kelemahan karena rentan terhadap distorsi informasi.
Sumber: Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Pidana Indonesia.
5. Menurut J.E. Sahetapy
Kesaksian Testimonium de Auditu adalah keterangan yang diperoleh melalui pendengaran dari pihak lain dan disampaikan oleh saksi di persidangan. Kesaksian ini dianggap inadmissible atau tidak dapat diterima di beberapa sistem hukum karena tidak memiliki dasar yang kuat untuk diuji kebenarannya.
Sumber: J.E. Sahetapy, Hukum dan Bukti.
1. Pasal 185 ayat (1) KUHAP
Keterangan saksi sebagai alat bukti hanya sah apabila saksi memberikan keterangan berdasarkan apa yang ia alami sendiri (melihat, mendengar, atau mengalami).
2. Pasal 185 ayat (5) KUHAP
Kesaksian yang sifatnya hanya berupa testimonium de auditu (berdasarkan apa yang didengar dari orang lain) dianggap kurang kuat sebagai alat bukti. Namun, hakim dapat mempertimbangkannya jika sesuai dengan bukti lain.
Karakteristik Testimonium de Auditu
1. Informasi Tidak Langsung
Saksi memberikan keterangan atas informasi yang diterima dari pihak ketiga, bukan dari pengamatannya sendiri.
2. Kredibilitas yang Lemah
Karena berasal dari pihak lain, informasi tersebut rentan terhadap kesalahan atau manipulasi sehingga nilainya rendah dalam pembuktian hukum.
3. Bukan Bukti Utama
Testimonium de auditu tidak dapat berdiri sendiri sebagai alat bukti dan harus didukung oleh alat bukti lain.
4. Masih Dapat Dipertimbangkan
Dalam praktiknya, hakim dapat mempertimbangkan kesaksian ini, terutama jika informasi tersebut sesuai dengan alat bukti lain atau mendukung gambaran kronologi peristiwa.
Kelemahan Testimonium de Auditu
1. Rentan terhadap Distorsi
Informasi yang diterima saksi bisa saja tidak sesuai dengan fakta karena adanya kesalahan dalam penyampaian atau penafsiran oleh pihak ketiga.
2. Tidak Berasal dari Pengalaman Langsung
Hal ini membuat kesaksian tidak memiliki dasar yang kuat dan sulit diverifikasi.
3. Sulit Dipertanggungjawabkan
Saksi tidak dapat menjamin keabsahan atau keakuratan informasi yang ia dengar dari pihak lain.
Penerapan dalam Kasus Hukum
1. Perkara Pidana
Dalam perkara pidana, kesaksian testimonium de auditu hanya dapat menjadi bukti pendukung dan tidak dapat digunakan sebagai alat bukti utama untuk membuktikan kesalahan terdakwa.
2. Perkara Perdata
Dalam perkara perdata, kesaksian semacam ini juga memiliki nilai rendah dan harus didukung oleh alat bukti lain, seperti dokumen atau saksi lain yang relevan.
Contoh Kasus
1. Contoh Kesaksian Langsung:
Saksi menyatakan, "Saya melihat terdakwa mencuri sepeda motor di depan toko."
2. Contoh Testimonium de Auditu:
Saksi menyatakan, "Saya mendengar dari teman saya bahwa terdakwa mencuri sepeda motor di depan toko."
Kedudukan dalam Sistem Pembuktian
Dalam sistem pembuktian hukum di Indonesia yang menganut prinsip minimum dua alat bukti (Pasal 183 KUHAP), kesaksian testimonium de auditu tidak dapat dijadikan alat bukti utama.
Namun, jika ada alat bukti lain yang mendukung kesaksian tersebut, hakim tetap dapat mempertimbangkannya sesuai dengan keyakinannya.

