Kasus Seperti Apa Dapat Di Praperadilankan

Praperadilan adalah mekanisme hukum di Indonesia yang memberikan hak kepada seseorang (tersangka atau pihak lain yang berkepentingan) untuk mengajukan keberatan terhadap tindakan aparat penegak hukum, khususnya yang dilakukan pada tahap penyidikan dan penuntutan. Hal ini diatur dalam Pasal 77-83 KUHAP (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana). dan juga berdasarkan beberapa putusan Mahkamah Konstitusi (MK). 



Berikut adalah daftar kasus yang dapat dipraperadilankan, beserta dasar hukumnya:


1. Keabsahan Penangkapan


*Dasar Hukum: Pasal 77 huruf a KUHAP.

*Penangkapan dapat dipraperadilankan jika dilakukan tanpa surat perintah, tanpa bukti permulaan yang cukup, atau melanggar prosedur.
*Contoh: Penangkapan yang tidak disertai pemberitahuan kepada keluarga tersangka.


2. Keabsahan Penahanan


*Dasar Hukum: Pasal 77 huruf a KUHAP.
*Penahanan yang tidak memenuhi syarat formil atau materiil dapat dipraperadilankan, misalnya penahanan tanpa surat perintah atau melebihi batas waktu yang diatur dalam hukum.
*Contoh: Penahanan selama lebih dari 20 hari tanpa perpanjangan resmi dari pengadilan.


3. Keabsahan Penghentian Penyidikan atau Penuntutan


*Dasar Hukum: Pasal 77 huruf b KUHAP.
*Jika penghentian dianggap tidak sah atau tidak berdasar, pihak yang berkepentingan dapat mengajukan praperadilan.
*Contoh: Jaksa menghentikan penuntutan tanpa alasan yang jelas atau terindikasi ada penyalahgunaan wewenang.


4. Keabsahan Penetapan Tersangka (Putusan MK No. 21/PUU-XII/2014)


*Dasar Hukum: Tidak disebutkan dalam KUHAP, tetapi diakui melalui putusan MK.
*Penetapan tersangka harus didasarkan pada bukti permulaan yang cukup (minimal dua alat bukti sah) dan dilakukan sesuai prosedur hukum.
*Contoh: Penetapan tersangka tanpa bukti permulaan yang cukup atau tanpa pemeriksaan yang layak.


5. Keabsahan Penyitaan (Putusan MK No. 21/PUU-XII/2014)


*Dasar Hukum: Tidak eksplisit diatur dalam KUHAP, tetapi diakui melalui putusan MK.
*Penyitaan barang dapat dipraperadilankan jika dilakukan tanpa surat izin dari pengadilan atau melanggar hak privasi.
*Contoh: Penyitaan ponsel atau kendaraan tanpa surat perintah resmi.



6. Keabsahan Penggeledahan (Putusan MK No. 21/PUU-XII/2014)


*Dasar Hukum: Tidak eksplisit diatur dalam KUHAP, tetapi diakui melalui putusan MK.
*Penggeledahan yang dilakukan tanpa izin dari pengadilan atau tanpa kehadiran saksi dapat dianggap tidak sah.
*Contoh: Penggeledahan rumah tanpa surat izin penggeledahan.


7. Permintaan Ganti Kerugian dan Rehabilitasi


*Dasar Hukum: Pasal 77 KUHAP.
*Seseorang yang dirugikan akibat tindakan penegak hukum yang tidak sah, seperti penahanan tanpa dasar, dapat mengajukan permintaan ganti kerugian dan rehabilitasi.
*Contoh: Nama baik seseorang dipulihkan karena penahanan yang tidak sah.


8. Keabsahan Penangkapan/Penahanan oleh KPK atau Institusi Lain


*Dasar Hukum: Pasal 77 KUHAP juncto UU KPK.
*Meski KUHAP berlaku secara umum, penangkapan/penahanan oleh lembaga seperti KPK tetap tunduk pada prinsip-prinsip yang sama dan dapat diuji melalui praperadilan.
*Contoh: Penangkapan oleh KPK yang melanggar prosedur.


Berikut adalah beberapa contoh kasus praperadilan di Indonesia yang pernah diajukan oleh pihak-pihak tertentu, beserta ringkasannya:


1. Kasus Penetapan Tersangka Komjen Budi Gunawan (2015)

Latar Belakang:

Komjen Budi Gunawan ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas dugaan gratifikasi.

Permohonan Praperadilan:

Budi Gunawan mengajukan praperadilan dengan alasan penetapan tersangka tidak sah karena tidak memenuhi syarat minimal dua alat bukti.

Hasil:

Pengadilan Negeri Jakarta Selatan mengabulkan permohonan praperadilan dan menyatakan penetapan tersangka tidak sah.

Dampak:

Kasus ini menjadi preseden penting karena mempertegas bahwa penetapan tersangka dapat menjadi objek praperadilan.


2. Kasus Penahanan Habib Rizieq Shihab (2021)

Latar Belakang:

Habib Rizieq ditahan oleh polisi terkait kasus pelanggaran protokol kesehatan setelah mengadakan acara yang melibatkan banyak massa.

Permohonan Praperadilan:

Rizieq mengajukan praperadilan, menilai penahanan tersebut tidak sah karena dianggap melanggar prosedur hukum.

Hasil:

Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menolak permohonan praperadilan dan menyatakan penahanan sah.

Dampak:

Kasus ini menunjukkan bahwa tidak semua permohonan praperadilan berujung pada pembatalan tindakan hukum.


3. Kasus Penyitaan Barang Milik Richard Muljadi (2020)

Latar Belakang:

Polisi menyita barang milik Richard Muljadi terkait kasus narkotika. Richard menggugat tindakan penyitaan tersebut karena dianggap tidak sah.

Permohonan Praperadilan:

Richard mengajukan praperadilan, dengan alasan penyitaan dilakukan tanpa surat izin pengadilan yang sah.

Hasil:

Pengadilan mengabulkan permohonan dan menyatakan penyitaan tidak sah.

Dampak:

Kasus ini memperjelas pentingnya prosedur yang benar dalam tindakan penyitaan.


4. Kasus Penghentian Penyidikan Novel Baswedan (2016)

Latar Belakang:

Penghentian penyidikan terhadap kasus penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan oleh pihak tertentu menuai kritik. Beberapa pihak menggugat penghentian penyidikan tersebut melalui praperadilan.

Permohonan Praperadilan:

Pihak korban (atau masyarakat yang berkepentingan) mengajukan praperadilan, menilai penghentian penyidikan tidak memiliki alasan hukum yang cukup kuat.

Hasil:

Kasus ini mendorong penyidikan kasus Novel Baswedan dilanjutkan.

Dampak:

Memperkuat hak korban untuk menuntut keadilan melalui praperadilan.


5. Kasus Penetapan Tersangka Nurhadi (2020)

Latar Belakang:

Mantan Sekretaris Mahkamah Agung, Nurhadi, ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK dalam kasus suap dan gratifikasi. Nurhadi menganggap penetapan tersangka tidak sah karena menilai bukti yang digunakan tidak cukup kuat.

Permohonan Praperadilan:

Nurhadi mengajukan praperadilan untuk membatalkan status tersangka.

Hasil:

Permohonan praperadilan ditolak karena hakim menyatakan tindakan KPK sah secara hukum.

Dampak:

Menegaskan bahwa penetapan tersangka yang didukung alat bukti kuat tidak mudah dibatalkan melalui praperadilan.


6. Kasus Penyitaan Barang Bukti di Rumah Djoko Tjandra (2020)

Latar Belakang:

Barang bukti di rumah Djoko Tjandra disita oleh pihak berwenang dalam kasus pengalihan hak tagih. Djoko menggugat penyitaan tersebut.

Permohonan Praperadilan:

Djoko mengajukan praperadilan dengan alasan penyitaan dilakukan tanpa prosedur hukum yang sah.

Hasil:

Permohonan ditolak karena penyitaan dilakukan sesuai prosedur.

Dampak:

Menguatkan pentingnya pembuktian sahnya prosedur dalam tindakan penyitaan.

Tags