UU MD3 ?

(UU MD3) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD adalah suatu undang-undang yang mengatur tentang organisasi, kewenangan, dan prosedur kerja lembaga-lembaga perwakilan rakyat di Indonesia, yaitu Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Undang-undang ini lebih dikenal dengan nama UU MD3, di mana "MD3" merujuk pada MPR, DPR, DPD, dan DPRD sebagai subjek utama yang diatur dalam undang-undang tersebut.





UU MD3 bertujuan untuk memberikan landasan hukum yang jelas bagi lembaga-lembaga perwakilan rakyat untuk menjalankan tugas dan wewenangnya. UU ini disusun untuk menciptakan sistem perwakilan yang lebih efisien, transparan, dan akuntabel dalam mendukung demokrasi di Indonesia.


Secara lebih rinci, undang-undang ini mengatur tentang:

1. Tugas, wewenang, dan hak-hak yang dimiliki oleh MPR, DPR, DPD, dan DPRD.
2. Prosedur pengambilan keputusan dalam lembaga-lembaga tersebut.
3. Struktur organisasi dan pembagian tugas di dalam masing-masing lembaga.
4. Hubungan antara lembaga-lembaga perwakilan rakyat dan lembaga negara lainnya.

Beberapa Pokok Bahasan dalam UU MD3 :
1. Struktur dan Komposisi MPR, DPR, dan DPD:
*MPR terdiri dari anggota yang berasal dari DPR dan DPD. Tugas utama MPR adalah menetapkan amandemen UUD 1945 dan mengukuhkan hasil pemilihan Presiden serta Wakil Presiden.
*DPR terdiri dari anggota yang dipilih melalui pemilu, dan tugas utamanya adalah membuat undang-undang serta mengawasi jalannya pemerintahan.
*DPD juga terdiri dari anggota yang dipilih melalui pemilu, tetapi fokus tugasnya adalah mewakili daerah dan menyuarakan kepentingan daerah dalam pembuatan undang-undang.

2. Tugas, Wewenang, dan Hak Lembaga Perwakilan:
*DPR memiliki wewenang untuk membuat undang-undang, mengawasi kebijakan pemerintah, serta melakukan penganggaran.
*MPR berperan dalam menetapkan pokok-pokok haluan negara dan melakukan perubahan atau amandemen terhadap UUD 1945.
*DPD memiliki tugas untuk memberikan pertimbangan terhadap rancangan undang-undang yang berkaitan dengan daerah, serta mengusulkan rancangan undang-undang yang terkait dengan daerah.

3. Prosedur Pengambilan Keputusan:
UU MD3 mengatur prosedur tentang bagaimana suatu rancangan undang-undang dapat dibahas dan disetujui oleh DPR, serta bagaimana MPR dan DPD terlibat dalam proses legislasi dan pengawasan.

4. Peran dan Kedudukan Pimpinan:
*UU MD3 juga mengatur tentang pimpinan masing-masing lembaga perwakilan rakyat, seperti pimpinan DPR dan DPD, serta bagaimana mereka dipilih dan diberhentikan.

5. Perlindungan Terhadap Anggota DPR, DPD, dan MPR:
*UU ini mengatur tentang perlindungan hukum terhadap anggota DPR, DPD, dan MPR dalam menjalankan tugasnya, termasuk hak imunitas dan hak untuk tidak dituntut atas pendapat atau suara yang diucapkan dalam rangka menjalankan tugas mereka.

6. Ketentuan tentang Interpelasi, Angket, dan Dengar Pendapat:
*UU MD3 memberi wewenang kepada DPR untuk melakukan interpelasi (tanya jawab antara anggota DPR dengan pemerintah), angket (pemeriksaan terhadap kebijakan pemerintah), dan dengar pendapat dengan pihak lain yang terkait dengan kebijakan pemerintah.

7. Sanksi terhadap Anggota DPR, DPD, dan MPR:
*UU MD3 juga mengatur tentang sanksi yang dapat dikenakan terhadap anggota lembaga perwakilan rakyat jika melanggar kode etik atau melakukan tindak pidana.


Perubahan dalam UU MD3 :
Pada tahun 2018, terjadi perubahan dalam UU MD3 yang cukup kontroversial, di antaranya adalah ketentuan yang memberikan hak imunitas (kekebalan hukum) kepada pimpinan DPR dan menambah wewenang DPR dalam hal pemanggilan paksa terhadap saksi atau pihak yang tidak memenuhi panggilan dari DPR. Ketentuan ini sempat menuai kritik dari kalangan masyarakat dan berbagai pihak yang menilai bahwa hal tersebut bisa disalahgunakan dan berpotensi mengganggu prinsip demokrasi dan kebebasan berekspresi.


Perubahan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3) telah berlaku setelah diundangkan. Perubahan ini dilakukan dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2018, yang merupakan perubahan dari UU MD3. Undang-undang perubahan ini resmi berlaku sejak diundangkan pada 15 Februari 2018.


Beberapa perubahan penting yang terjadi dalam UU MD3  tahun 2018 antara lain:


1. Kekebalan Hukum bagi Pimpinan DPR

Salah satu perubahan kontroversial dalam UU MD3 adalah pemberian hak imunitas bagi pimpinan DPR. Hal ini berarti bahwa pimpinan DPR (seperti Ketua dan Wakil Ketua DPR) tidak dapat diproses hukum atau dituntut atas perkataan dan tindakan mereka yang dilakukan dalam kapasitas mereka sebagai anggota DPR selama menjalankan tugas-tugas kedewanan, seperti dalam rapat-rapat DPR.


2. Wewenang Pemanggilan Paksa oleh DPR

Perubahan lainnya adalah pemberian kewenangan pemanggilan paksa oleh DPR kepada saksi atau pihak yang tidak hadir dalam rapat DPR. DPR dapat memerintahkan aparat kepolisian untuk menjemput paksa orang yang tidak memenuhi panggilan DPR.


3. Pemberian Wewenang kepada DPR untuk Membentuk Alat Kelengkapan Dewan (AKD)

Dalam perubahan ini, DPR diberikan lebih banyak kewenangan untuk menentukan dan mengatur tentang pembentukan alat kelengkapan dewan, seperti komisi-komisi dan badan-badan lainnya.


4. Penambahan Anggota DPR dari Partai Politik Tertentu

Perubahan lainnya adalah memberikan ketentuan tambahan terkait pembentukan fraksi di DPR, yang memberikan sedikit perubahan dalam cara partai politik beroperasi di dalam dewan.


5. Perubahan Terkait Keterwakilan Daerah oleh DPD

Meski tidak begitu signifikan, terdapat beberapa ketentuan yang memperjelas tugas dan peran DPD dalam sistem pemerintahan Indonesia, termasuk dalam hal pembahasan dan pengawasan terhadap kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan daerah.


Setelah UU MD3 yang baru berlaku, semua ketentuan yang tercantum dalam perubahan tersebut menjadi berlaku secara hukum dan diikuti oleh lembaga-lembaga perwakilan rakyat seperti DPR dan DPD dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya. Meskipun demikian, beberapa perubahan yang diatur dalam UU MD3 ini, terutama terkait dengan hak imunitas pimpinan DPR dan kewenangan pemanggilan paksa, telah menimbulkan kontroversi di kalangan masyarakat dan lembaga-lembaga hukum.


Beberapa kalangan mengkritik perubahan ini, dengan beralasan bahwa hak imunitas yang diberikan kepada pimpinan DPR dapat menyebabkan impunitas atau penyalahgunaan kekuasaan, serta berpotensi menghambat akuntabilitas mereka sebagai wakil rakyat. Demikian pula, kewenangan pemanggilan paksa oleh DPR dapat dianggap berlebihan dan mengganggu prinsip pemisahan kekuasaan dalam negara demokrasi.


Namun, pendukung UU MD3 berargumen bahwa perubahan tersebut bertujuan untuk memperkuat fungsi DPR dalam melakukan pengawasan terhadap pemerintah dan mengurangi hambatan bagi lembaga legislatif dalam menjalankan tugasnya.


UU MD3 adalah undang-undang yang mengatur tentang lembaga-lembaga perwakilan rakyat di Indonesia, yaitu MPR, DPR, DPD, dan DPRD. UU ini mengatur kewenangan, hak, dan tugas lembaga-lembaga tersebut dalam sistem pemerintahan di Indonesia. Meskipun demikian, beberapa perubahan dalam UU MD3, terutama yang terkait dengan hak imunitas dan kewenangan DPR, memicu kontroversi dan kritik dari masyarakat.

Tags