Larangan penggunaan senjata api oleh anggota Polri bertujuan mencegah penyalahgunaan kekuatan, menjaga profesionalisme, dan memastikan bahwa tindakan kepolisian sesuai dengan prinsip hukum serta hak asasi manusia. Tindakan yang melanggar larangan ini akan dikenai sanksi tegas baik secara administratif, etik, maupun pidana.
Penggunaan senjata api oleh anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) diatur secara ketat untuk mencegah penyalahgunaan dan melindungi hak asasi manusia. Selain persyaratan penggunaannya, terdapat larangan yang harus dipatuhi untuk memastikan bahwa senjata api tidak digunakan secara sembarangan atau melanggar hukum.
A. Dasar Hukum
1. Peraturan Kapolri (Perkap) Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian.
2. Perkap Nomor 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia dalam Pelaksanaan Tugas Polri.
3. PP Nomor 2 Tahun 2003 tentang Disiplin Anggota Polri.
4. UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.
B. Larangan Utama dalam Penggunaan Senjata Api
1. Tidak Sesuai Prosedur
Dilarang menggunakan senjata api tanpa mengikuti prosedur yang telah diatur, termasuk peringatan verbal atau tembakan peringatan.
2. Pelanggaran terhadap Prinsip HAM
Dilarang menggunakan senjata api untuk tindakan yang melanggar hak asasi manusia, seperti intimidasi atau penembakan tanpa sebab yang jelas.
3. Penggunaan untuk Intimidasi atau Kepentingan Pribadi
Senjata api tidak boleh digunakan untuk menakut-nakuti atau mengancam masyarakat demi kepentingan pribadi atau emosional.
4. Penggunaan Tanpa Alasan yang Jelas
Tidak boleh menggunakan senjata api jika tidak ada ancaman serius terhadap keselamatan jiwa atau ancaman kejahatan berat.
5. Menembak Orang Tidak Bersalah
Dilarang menembak individu yang tidak bersenjata, menyerah, atau tidak menimbulkan ancaman langsung.
Tidak boleh menembak anak-anak atau kelompok rentan kecuali dalam keadaan darurat yang jelas dan tidak ada pilihan lain.
6. Penyalahgunaan di Luar Tugas
Senjata api tidak boleh digunakan di luar tugas resmi kepolisian atau di luar wewenang yang diberikan.
7. Penggunaan Berlebihan
Dilarang menggunakan kekuatan berlebihan atau tidak proporsional yang dapat menyebabkan kerugian jiwa atau luka parah tanpa alasan kuat.
8. Membawa Senjata Api Tanpa Izin
Dilarang membawa senjata api tanpa surat izin resmi dari atasan langsung atau jika tidak memenuhi syarat seperti sertifikasi pelatihan.
9. Penggunaan dalam Pengendalian Massa
Dalam situasi pengendalian massa, penggunaan senjata api dengan peluru tajam dilarang, kecuali dalam keadaan darurat yang mengancam keselamatan jiwa.
10. Kelalaian dalam Menyimpan atau Menggunakan
Dilarang menyimpan atau menggunakan senjata api tanpa pengawasan, yang dapat berakibat hilangnya senjata atau penyalahgunaannya oleh pihak lain.
C. Sanksi atas Pelanggaran
Anggota Polri yang melanggar larangan penggunaan senjata api dapat dikenai sanksi sebagai berikut:
1. Sanksi Administratif:
Teguran tertulis.
Penundaan kenaikan pangkat atau mutasi ke jabatan lain.
Pencabutan hak membawa senjata api.
2. Sanksi Etik:
Sidang Komisi Kode Etik Polri (KKEP) untuk menentukan pelanggaran etik.
Sanksi etik dapat berupa rekomendasi pemberhentian dengan tidak hormat (PTDH).
3. Sanksi Pidana:
Jika pelanggaran melibatkan kejahatan, anggota Polri dapat dikenai pasal dalam KUHP, seperti:
Pasal 338 KUHP (Pembunuhan).
Pasal 351 KUHP (Penganiayaan).
D. Contoh Kasus Larangan yang Dilanggar
1. Penembakan Demonstran Tanpa Alasan yang Jelas
*Anggota Polri menembak pengunjuk rasa yang tidak bersenjata dan tidak menimbulkan ancaman.
*Pelanggaran: Prinsip proporsionalitas dan nesesitas dalam Perkap No. 1 Tahun 2009.
2. Penyalahgunaan Senjata untuk Kepentingan Pribadi
*Anggota Polri menggunakan senjata api untuk mengancam orang dalam perselisihan pribadi.
*Pelanggaran: Prinsip legalitas dan akuntabilitas.
3. Kelalaian dalam Menyimpan Senjata Api
*Senjata api milik anggota Polri hilang karena disimpan sembarangan dan digunakan oleh pihak lain untuk tindakan kriminal.


