marlboro.biz.id - Dalam hukum Indonesia, kasus perdata tidak dapat secara otomatis menangguhkan atau menghentikan proses kasus pidana. Prinsipnya, proses perdata dan pidana dapat berjalan secara bersamaan karena memiliki objek dan tujuan yang berbeda.
Kasus pidana bertujuan untuk menegakkan hukum pidana dan menindak perbuatan yang melanggar norma-norma hukum pidana, dengan tujuan untuk menjaga ketertiban umum dan memberikan hukuman kepada pelaku.
Sedangkan kasus perdata lebih fokus pada penyelesaian sengketa antara individu atau badan hukum mengenai hak dan kewajiban yang bersifat pribadi, seperti masalah kontrak, ganti rugi, atau hak milik..
Namun, ada pengecualian dalam kasus tertentu di mana proses perdata dapat mempengaruhi kasus pidana, misalnya dalam hal di mana kasus pidana berawal dari sengketa perdata seperti dugaan penipuan dalam kontrak bisnis atau penguasaan tanah orang lain tanpa hak. Dalam hal ini, putusan di pengadilan perdata bisa menjadi bukti pendukung atau bahan pertimbangan bagi proses pidana, meskipun tidak langsung menghentikan proses pidana tersebut.
Berikut sumber, kasus perdata dapat menangguhkan kasus pidana :
- Berdasarkan surat edaran mahkamah agung Republik Indonesia nomor 4 tahun 1980, serta Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1, tahun 1956 pasal 1, menyatakan, Apabila dalam pemeriksaan perkara pidana harus diputuskan hal adanya suatu hal perdata atas suatu barang atau tentang suatu hubungan hukum antara dua pihak tertentu, maka pemeriksaan perkara pidana dapat dipertangguhkan untuk menunggu suatu putusan pengadilan dalam pemeriksaan perkara perdata tentang adanya atau tidak adanya hak perdata itu.
- Berdasarkan yurisprudensi Mahkamah Agung nomor 129 K/Kr/1979 menyatakan: oleh karena perkara-perkara terdakwa dalam perkara ini ialah soal persengketaan hak milik, maka pengadilan negeri yang memeriksa perkara pidana tidak berwenang untuk memeriksa perkara ini.
- Yurisprudensi nomor 628 k/ Pid/1984, Mahkmah Agung Memerintahkan pengadilan tinggi untuk menunggu adanya putusan perdata berkekuatan hukum tetap, mengenai adanya status kepemilikan perdata yang akan menentukan status pemilikan tanah dan rumah, hingga mempunyai kekuatan hukm tetap, dan menunda proses pemeriksaan pidana.
- Surat edaran kejaksaan agung republik indonesia nomor B-230/E/Ejp/01/2013 menyatakan secara tegas, jika sekiranya kasus yang objeknya berupa tanah, dimana status kepemilikan tanah berdasarkan alasan hak yang dimiliki jelas, kuat dan sah menurut ketentuan undang-undang, maka jika ada pihak yang melanggarnya, misalnya berupa penyerobotan tanah, maka kasus tersebut dapat di pidanakan. Namun sebaliknya, jika sekiranya kasus yang objeknya berupa tanah yang belum jelas status hukum kepemilikannnya, sehingga menjadi objek sengketa perdata, demikian juga sengketa-sengketa dalam tarnsaksi jual beli tanah dimana status hukum kepemilikan telah dimiliki oleh penjual, selanjutnya terjadi sengketa dalam transaksi jual beli tanah yang bersagkutan, maka kasus tersebut berada dalam ranah perdata dan merupakan perkara perdata murni sehingga tidak layak dipaksakan untuk digiring masuk keranah pidana umum.


